5.9 Al-Qadhâ’ (Peradilan)
Peradilan adalah lembaga negara yang bertugas menyampaikan keputusan hukum yang bersifat mengikat, menyelesaikan perselisihan di antara sesama rakyat, mencegah hal-hal yang dapat membahayakan hak-hak jama'ah (rakyat), dan mengatasi perselisihan yang terjadi antara rakyat dengan individu di dalam struktur pemerintahan, baik ia seorang penguasa, pegawai, maupun pejabat pemerintah di bawah khilafah. [1]
Peradilan ini dapat ditangani sendiri oleh khalifah atau khalifah mengangkat orang lain untuk menjalankannya (khususnya di daerah-daerah). Kedua hal ini, masing-masing ada dalilnya dalam as-Sunah.
Terkait peran nabi shallallahu 'alaihi wa sallam sendiri dalam memutus perkara sebagai kepala negara, di antaranya beliau bersabda,
«إِنَّمَا أَنَا بَشَرٌ، وَإِنَّكُمْ تَخْتَصِمُونَ إِلَيَّ، وَلَعَلَّ بَعْضَكُمْ أَنْ يَكُونَ أَلْحَنَ بِحُجَّتِهِ مِنْ بَعْضٍ، فَأَقْضِي نَحْوَ مَا أَسْمَعُ، فَمَنْ قَضَيْتُ لَهُ بِحَقِّ أَخِيهِ شَيْئًا فَلَا يَأْخُذْهُ، فَإِنَّمَا أَقْطَعُ لَهُ قِطْعَةً مِنَ النَّارِ»
"Sesungguhnya aku hanyalah seorang manusia, dan sesungguhnya kalian berselisih di hadapanku. Bisa jadi sebagian dari kalian lebih pandai dalam mengemukakan argumennya dibanding yang lain, lalu aku memutuskan (perkara) berdasarkan apa yang aku dengar. Maka barang siapa yang aku putuskan untuknya sesuatu yang merupakan hak saudaranya, janganlah ia mengambilnya, karena sesungguhnya aku hanya memberikan baginya potongan api neraka." (HR al-Bukhari & Muslim, lafadz al-Bukhari) [2a][3a]
Beliau shallallahu 'alaihi wa sallam juga pernah memutuskan terkait perkara perzinaan,
جَاءَ أَعْرَابِيٌّ فَقَالَ: يَا رَسُولَ اللهِ، اقْضِ بَيْنَنَا بِكِتَابِ اللهِ، فَقَامَ خَصْمُهُ فَقَالَ: صَدَقَ، اقْضِ بَيْنَنَا بِكِتَابِ اللهِ، فَقَالَ الْأَعْرَابِيُّ: إِنَّ ابْنِي كَانَ عَسِيفًا عَلَى هَذَا، فَزَنَى بِامْرَأَتِهِ، فَقَالُوا لِي: عَلَى ابْنِكَ الرَّجْمُ، فَفَدَيْتُ ابْنِي مِنْهُ بِمِائَةٍ مِنَ الْغَنَمِ وَوَلِيدَةٍ، ثُمَّ سَأَلْتُ أَهْلَ الْعِلْمِ فَقَالُوا: إِنَّمَا عَلَى ابْنِكَ جَلْدُ مِائَةٍ وَتَغْرِيبُ عَامٍ، فَقَالَ النَّبِيُّ ﷺ: «لَأَقْضِيَنَّ بَيْنَكُمَا بِكِتَابِ اللهِ، أَمَّا الْوَلِيدَةُ وَالْغَنَمُ فَرَدٌّ عَلَيْكَ، وَعَلَى ابْنِكَ جَلْدُ مِائَةٍ وَتَغْرِيبُ عَامٍ، وَأَمَّا أَنْتَ يَا أُنَيْسُ لِرَجُلٍ فَاغْدُ عَلَى امْرَأَةِ هَذَا فَارْجُمْهَا. فَغَدَا عَلَيْهَا أُنَيْسٌ فَرَجَمَهَا»
Seorang Arab Badui datang lalu berkata, "Wahai Rasulullah, putuskan perkara di antara kami berdasarkan Kitabullah (al-Qur'an)."
Lalu lawannya berdiri dan berkata, "Ia benar, putuskan perkara di antara kami berdasarkan Kitabullah."
Kemudian orang Arab Badui itu berkata, "Sesungguhnya anakku bekerja sebagai buruh pada orang ini, lalu ia berzina dengan istrinya. Mereka berkata kepadaku bahwa anakku harus dirajam, lalu aku menebus anakku darinya dengan seratus ekor kambing dan seorang budak perempuan. Setelah itu, aku bertanya kepada orang-orang yang berilmu, dan mereka mengatakan bahwa anakku hanya wajib dicambuk seratus kali dan diasingkan selama satu tahun."
Maka nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Aku akan memutuskan perkara kalian berdasarkan Kitabullah. Adapun budak perempuan dan kambing itu, maka dikembalikan kepadamu. Sedangkan anakmu harus dicambuk seratus kali dan diasingkan selama satu tahun. Dan engkau, wahai Unais, pergilah menemui istri orang ini, jika ia mengakui perbuatannya, maka rajamlah dia." (HR al-Bukhari & Muslim, lafadz al-Bukhari) [2b][3b]
Adapun dalil terkait pengangkatan qadhi yang mewakili nabi shallallahu 'alaihi wa sallam dalam memutus perkara, tampak di antaranya dalam hadits-hadits berikut.
عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا قَالَ: بَعَثَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِلَى الْيَمَنِ عَلِيًّا فَقَالَ: «عَلِّمْهُمُ الشَّرَائِعَ وَاقْضِ بَيْنَهُمْ» قَالَ: لَا عِلْمَ لِي بِالْقَضَاءِ فَدَفَعَ فِي صَدْرِهِ فَقَالَ: «اللَّهُمَّ اهْدِهِ لِلْقضَاءِ»
Dari Ibnu Abbas radhiyallahu 'anhuma, ia berkata:
"Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam mengutus Ali ke Yaman, lalu beliau bersabda, 'Ajarkanlah mereka syariat dan putuskan perkara di antara mereka.'
Ali berkata, 'Aku tidak memiliki pengetahuan tentang peradilan.'
Maka Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam menepuk dadanya dan berdoa, 'Ya Allah, berilah ia petunjuk dalam memutuskan hukum.'" (HR al-Hakim, dinyatakan shahih sesuai syarat al-Bukhari dan Muslim, disepakati oleh adz-Dzahabi) [4a]
Dalam hadits shahih lain yang juga diriwayatkan oleh Imam al-Hakim rahimahullah, dari Ali bin Abi Thalib radhiyallahu 'anhu,
بَعَثَنِي رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِلَى الْيَمَنِ فَقُلْتُ: تَبْعَثُنِي إِلَى قَوْمٍ ذَوِي أَسْنَانٍ وَأَنَا حَدَثُ السِّنِّ. قَالَ: «إِذَا جَلَسَ إِلَيْكَ الْخَصْمَانِ فَلَا تَقْضِ لِأَحَدِهِمَا حَتَّى تَسْمَعَ مِنَ الْآخَرِ كَمَا سَمِعْتَ مِنَ الْأَوَّلِ» قَالَ عَلِيٌّ: فَمَا زِلْتُ قَاضِيًا
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam mengutusku ke Yaman. Aku pun berkata, "Engkau mengutusku kepada suatu kaum yang sudah berpengalaman (dalam berbagai urusan), sedangkan aku masih muda?"
Maka beliau shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Jika dua orang yang berselisih datang kepadamu, maka janganlah engkau memutuskan perkara untuk salah satu dari mereka sebelum engkau mendengar dari yang lainnya, sebagaimana engkau mendengar dari yang pertama."
Ali berkata, "Sejak saat itu, aku terus menjadi seorang qadhi (hakim)." (HR al-Hakim, ia menyatakan hadits ini shahih, dan disepakati oleh adz-Dzahabi) [4b]
Selain hadits-hadits di atas, terdapat Ijma' Sahabat tentang ketetapan mengangkat para qadhi (hakim). Imam al-Mawardi (w. 450 H) rahimahullah menyatakan,
وقد حكم الخلفاء الراشدون بين الناس وقلدوا القضاة والحكام. فحكم ابو بكر رضي الله عنه بين الناس واستخلف القضاة وبعث انسًا الى البحرين قاضيًا. وحكم عمر بين الناس، وبعث ابا موسى الاشعري الى البصرة قاضيًا، وبعث عبد الله بن مسعود الى الكوفة قاضيًا. وحكم عثمان بين الناس، وقلد شريحًا القضاء. وحكم علي بين الناس وبعث عبد الله بن عباس الى البصرة قاضيًا وناظرًا. فصار ذلك من فعلهم اجماعًا
"Para khalifah yang mendapat petunjuk (al-khulafâ' ar-râsyidûn) telah memutuskan hukum di antara manusia dan mengangkat para qadhi (hakim) serta pejabat pemerintahan. Abu Bakar radhiyallahu 'anhu memutuskan perkara di antara manusia, mengangkat para qadhi, dan mengutus Anas ke Bahrain sebagai qadhi (hakim).
Umar memutuskan perkara di antara manusia, mengutus Abu Musa al-Asy'ari ke Basrah sebagai qadhi (hakim), serta mengutus Abdullah bin Mas'ud ke Kufah sebagai qodhi (hakim).
Utsman memutuskan perkara di antara manusia dan mengangkat Syu'rah sebagai qadhi.
Ali memutuskan perkara di antara manusia dan mengutus Abdullah bin Abbas ke Basrah sebagai qadhi (hakim) dan pengawas. Dengan demikian, tindakan mereka itu menjadi suatu Ijma' (Sahabat, peny.)." [5]
Dengan demikian, keberadaan struktur ini menjadi jelas. Baik khalifah maupun para qadhi yang diutus, keduanya sangat dibutuhkan untuk memutuskan perkara di tengah manusia dengan Kitabullah (al-Qur'an) dan as-Sunah. Oleh karena itulah, lembaga peradilan sebagai tempat menyampaikan keputusan hukum yang mengikat ini perlu dibentuk sehingga problem di tengah masyarakat dapat tertangani secara optimal.
Referensi:
[1] HT, Ajhizah Daulah al-Khilâfah, Beirut: Dar al-Ummah, 2005, cet. ke-1, hlm. 108.
[2a] Al-Bukhari, Abu Abdullah Muhammad bin Isma'il, Shahîh al-Bukhâri, Beirut: Dar Thuq an-Najah, 1422 H, cet. ke-1, juz 9/hlm. 69, no. hadits 7169. (Maktabah Syamilah: https://shamela.ws/book/1681/10691#p1)
[2b] Idem., juz 3/hlm. 184, no. hadits 2695-2696. (Maktabah Syamilah: https://shamela.ws/book/1681/4268#p1)
[3a] Muslim, Abu al-Husain, Shahîh Muslim, Kairo: Mathba'ah Isa al-Babi al-Halabi wa Syurakah, al-muhaqqiq: Muhammad Fuad Abdul Baqi (w. 1388 H), 1955, juz 3/hlm. 1337, no. hadits 1713. (Maktabah Syamilah: https://shamela.ws/book/1727/4412#p3)
[3b] Idem., juz 3/hlm. 1324-1325, no. hadits 1697-1698. (Maktabah Syamilah: https://shamela.ws/book/1727/4375#p1)
[4a] Al-Hakim, Abu Abdullah, Al-Mustadrak 'alâ ash-Shahîhain, 1990, cet. ke-1, Beirut: Dar al-Kutub al-'Ilmiyyah, juz 4/hlm. 99, no. hadits 7003. (Maktabah Syamilah: https://shamela.ws/book/2266/7810#p1)
[4b] Idem., juz 4/hlm. 105, no. hadits 7025. (Maktabah Syamilah: https://shamela.ws/book/2266/7832#p1)
[5] Al-Mawardi, Abu al-Hasan Ali bin Muhammad, Al-Hâwî al-Kabîr fî Fiqh Madzab al-Imâm asy-Syâfi‘î wa Huwa Syarḥ Mukhtashar al-Muzanî, Beirut: Dar al-Kutub al-'Ilmiyyah, 1999 M/1419 H , cet. ke-1, juz 16/hlm. 6. (Maktabah Syamilah: https://shamela.ws/book/6157/7360)