3.1 Menyatukan & Melindungi Umat


Hal ini berdasarkan nash-nash yang menunjukkan pentingnya persatuan umat dalam kesatuan kepemimpinan umum bagi seluruh kaum muslimin.

Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam secara tegas mengindikasikan hal tersebut dalam sabda beliau,

«إِذَا بُوْيِعَ لِخَلِيْفَتَيْنِ فَاقْتُلُواْ الآخِرَ مِنْهُمَا»

"Jika dibai'at (diangkat) dua orang khalifah, maka bunuhlah yang terakhir (dibai'at) dari keduanya." (HR Muslim, no. 1853)

Ijma' para sahabat juga menunjukkan hal tersebut, sebagaimana ungkapan Abu Bakar ash-Shiddiq radhiyallahu 'anhu saat para sahabat nabi dari Muhajirin dan Anshar bermusyawarah di Saqifah Bani Sa'idah untuk memilih khalifah setelah wafatnya Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam. Saat itu ada usulan dari kaum Anshar, agar diangkat saja dua pemimpin, satu untuk kaum Anshar dan satu untuk kaum Muhajirin. Tetapi Abu Bakar ash-Shiddiq radhiyallahu ‘anhu membantah dengan berkata:

أنه لا يحل أن يكون للمسلمين أميران

"Sesungguhnya tidak halal kaum muslimin mempunyai dua orang pemimpin." (HR al-Baihaqi, Sunan Baihaqi, 8/145).

Perkataan Abu Bakar ash-Shiddiq itu didengar oleh para sahabat dan tak ada seorang sahabat pun yang mengingkarinya. [1]

Pentingnya kesatuan kepemimpinan tersebut terkait erat dengan peran pokok khilafah dalam melindungi segenap umat di seluruh penjuru dunia dari berbagai ancaman dan serangan pihak asing, serta mencegah perbuatan dzalim di tengah umat.

Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,

«وَإنَّمَا اْلإِمَامُ جُنَّةٌ يُقَاتَلُ مِنْ وَرَائِهِ وَيُتَّقَى بِهِ»

"Sesungguhnya imam (khalifah) adalah perisai, orang-orang berperang di belakangnya dan menjadikannya pelindung." (Muttafaqun ‘alaihi)

Imam an-Nawawi (w. 676 H) rahimahullah menerangkan,

قوله صلى الله عليه وسلم (الإمام جنة) أي كالستر لأنه يمنع العدو من أذى المسلمين ويمنع الناس بعضهم من بعض ويحمي بيضة الإسلام ويتقيه الناس ويخافون سطوته

"Sabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam: (الإمام جنة) yakni seperti al-sitr (pelindung), karena imam (khalifah) mencegah musuh dari perbuatan mencelakai kaum muslimin, dan mencegah sesama manusia (melakukan kedzhaliman-pen.), memelihara kemurnian ajaran Islam, rakyat berlindung di belakangnya dan mereka tunduk di bawah kekuasaannya." [2]

Imam al-Mula al-Qari (w. 1014 H) rahimahullah menjelaskan, bahwa kedudukan "al-imam (khalifah)" sebagai "junnah (perisai)" yang diungkap dalam hadits ini pun tidak terbatas semata dalam situasi peperangan, melainkan mencakup pemenuhan kebutuhan-kebutuhan umat:

إنما الإمام أي الخليفة أو أميره ... ويتقى به بيان لكونه جنة أي يكون الأمير في الحرب قدام القوم ليستظهروا به ويقاتلوا بقوته كالترس للمتترس، والأولى أن يحمل على جميع الأحوال ; لأن الإمام يكون ملجأ للمسلمين في حوائجهم دائما

"Ungkapan (وَإِنَّمَا الْإِمَامُ) di sini maksudnya adalah khalifah atau amirnya ... Ungkapan (وَيُتَّقَى بِهِ) sebagai penjelasan dari kedudukan imam (khalifah) sebagai junnah (perisai) yakni menjadi pemimpin dalam peperangan yang terdepan dari kaumnya untuk mengalahkan musuh dengan keberadaannya dan berperang dengan kekuatannya seperti keberadaan tameng bagi orang yang dilindunginya, dan yang lebih tepat adalah bahwa hadits ini mengandung konotasi dalam seluruh keadaan; karena seorang imam (khalifah) menjadi pelindung bagi kaum muslimin dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhannya secara berkelanjutan." [3]

Dengan demikian, menyatukan dan melindungi umat merupakan tugas pokok yang harus dilaksanakan oleh khilafah terhadap segenap kaum muslimin.


Referensi:

[1] Al-Khalidi, Mahmud Abdul Majid, Qawâ’id Nizhâm al-Hukm fi al-Islâm, hlm. 316.

[2] An-Nawawi, Abu Zakariya Muhyiddin Yahya bin Syaraf, Syarh an-Nawawi 'alâ Muslim, Beirut: Dar Ihya at-Turats al-'Arabi, 1392 H, cet ke-2, juz 12/hlm. 230. (Maktabah Syamilah: https://shamela.ws/book/1711/2796#p1)

[3] Al-Qari, Ali bin Sulthan Muhammad Abu al-Hasan Nuruddin al-Mula, Mirqât al-Mafâtih Syarh Misykât al-Mashâbih, 2002, Beirut: Dar al-Fikr, 2002, cet ke-1, juz 6/hlm. 2391. (Maktabah Syamilah: https://shamela.ws/book/8176/5105#p1)

results matching ""

    No results matching ""