IV. KESATUAN KHILAFAH
Para ulama menerangkan terkait kesatuan khilafah bagi segenap kaum muslimin dengan menjelaskan larangan berbilangnya jumlah khalifah pada satu masa, di antaranya sebagai berikut.
1. Imam an-Nawawi (w. 676 H) dalam kitab syarahnya atas Shahîh Muslim menerangkan,
واتفق العلماء على أنه لا يجوز أن يعقد لخليفتين في عصر واحد سواء اتسعت دار الإسلام أم لا
"Para ulama bersepakat bahwa tidak boleh mengangkat dua khalifah di satu masa, baik wilayah kekhilafahan luas maupun tidak." [1]
2. Imam Ibnu Katsir (w. 774 H) dalam kitab tafsirnya menjelaskan,
فأما نصب إمامين في الأرض أو أكثر فلا يجوز لقوله عليه الصلاة والسلام: «من جاءكم وأمركم جميع يريد أن يفرق بينكم فاقتلوه كائنًا من كان». وهذا قول الجمهور، وقد حكى الإجماع على ذلك غير واحد، منهم إمام الحرمين
"Dan sedangkan pengangkatan dua imam atau lebih di muka bumi, maka hal itu tidak boleh, berdasarkan sabda Nabi shallallâhu 'alaihi wa sallam: 'Barang siapa yang mendatangi kalian sedangkan urusan kalian terkumpul (pada satu khalifah), dia ingin memecahbelah kalian maka bunuhlah dia seketika siapa pun dia.' Yang demikian ini pendapat jumhur (mayoritas) 'ulama, dan yang mengatakan bahwa pendapat tersebut merupakan ijma' tidak hanya satu orang, di antaranya adalah Imam al-Haramain (al-Juwaini)." [2]
3. Imam asy-Syinqithi (w. 1393 H) dalam kitab tafsirnya menyatakan,
قول جماهير العلماء من المسلمين : أنه لا يجوز تعدد الإمام الأعظم، بل يجب كونه واحدا، وأن لا يتولى على قطر من الأقطار إلا أمراؤه المولون من قِبَلِهِ ،محتجين بما أخرجه مسلم في “صحيحه” من حديث أبي سعيد الخدري رضي الله عنه قال: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: «إذا بويع لخليفتين فاقتلوا الآخر منهما»
"Pendapat jumhurul 'ulama: Bahwa berbilangnya khalifah adalah tidak boleh, bahkan wajib berjumlah satu, dan hendaknya tidak berkuasa atas wilayah-wilayah (kekuasaan kaum muslimin) kecuali umara yang diangkat olehnya, mereka (jumhur 'ulama) berhujjah dengan hadits sahih dikeluarkan oleh Imam Muslim dalam kitab Shahih-nya, dari Abu Sa'id al-Khudri radhiyallâhu 'anhu, bahwa Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa sallam bersabda: 'jika dibai'at dua khalifah maka bunuhlah yang terakhir (dibai'at) di antara keduanya.'" [3]
4. Syaikh Abdurrahman al-Jazairi di dalam Al-Fiqh ’alâ Madzâhib al-Arba’ah menguraikan,
اتفق الأئمة رحمهم اللّه تعالى على: أن الإمامة فرض، وأنه لا بد للمسليمن من إمام يقيم شعائر الدين وينصف المظلومين من الظالمين وعلى أنه لا يجوز أن يكون على المسلمين في وقت واحد في جميع الدنيا إمامان
"Para imam (empat madzhab) rahimahumullâh ta'âla telah sepakat bahwa al-imâmah itu wajib, dan umat harus memiliki seorang imam yang menegakkan syi'ar-syi'ar agama serta memberi keadilan bagi orang yang terdzolimi, dan bahwa tidak boleh ada dua orang imam bagi umat Islam di seluruh dunia dalam waktu yang sama." [4]
5. Sayyid Muhammad Amin, dalam Al-Mîzân al-Kubrâ bab “Hukm al-Bughât” menuliskan,
ﻭﺍﺗﻔﻖ ﺍﻷﺋﻤﺔ ﺍﻷﺭﺑﻌﺔﻋﻠﻰ ﺃﻥ ﺍﻹﻣﺎﻣﺔ ﻓﺮﺽ ﻭﺃﻧﻪ ﻻ ﺑﺪ ﻟﻠﻤﺴﻠﻤﻴﻦ ﻣﻦ ﺇﻣﺎﻡ ﻳﻘﻴﻢ ﺷﻌﺎﺋﺮ ﺍﻟﺪﻳﻦ ﻭﻳﻨﺼﻒ ﺍﻟﻤﻈﻠﻮﻣﻴﻦ ﻣﻦ ﺍﻟﻈﺎﻟﻤﻴﻦ, ﻭﻋﻠﻰ ﺃﻧﻪ ﻻ ﻳﺠﻮﺯ ﺃﻥ ﻳﻜﻮﻥ ﻟﻠﻤﺴﻠﻤﻴﻦ ﻓﻰ ﻭﻗﺖ ﻭﺍﺣﺪ ﻓﻰ ﺟﻤﻴﻊ ﺍﻟﺪﻧﻴﺎ ﺇﻣﺎﻣﺎﻥ ﻻ ﻣﺘﻔﻘﺎﻥ ﻭﻻ ﻣﻔﺘﺮﻗﺎﻥ
"Empat imam madzhab (Abu Hanifah, Malik, Syafi'iy dan Ahmad) telah sepakat bahwa imâmah (khilâfah) adalah fadhu, dan bahwa kaum muslim wajib memiliki seorang imam yang menegakkan syiar-syiar agama, menolong orang-orang yang teraniaya dari orang-orang yang menganiaya, dan bahwa kaum muslim dalam satu masa di seluruh dunia tidak boleh memiliki dua orang imam, sama saja yang keduanya sepakat (rukun) atau yang keduanya berselisih …" [5]
Referensi:
[1] Syarh an-Nawawî ‘alâ Muslim, juz 12/hlm. 232.
[2] Tafsîr Ibn Katsîr, juz 1/hlm. 222.
[3] Adhwâ’ al-Bayân fî Îdhâh al-Qur’ân bi al-Qur’ân, juz 3/hlm. 39.
[4] Al-Fiqh ‘alâ Madzâhib al-Arba’ah, Juz 5.
[5] Al-Mîzân al-Kubrâ, bab “Hukm Al-Bughat”, juz 2/hlm. 153.